EYES OG EAGLE

EYES OG EAGLE

30 Januari 2013

Hukum qada’ solat




Meninggalkan solat fardhu atau melengah-lengahkannya tanpa apa-apa uzur hingga terkeluar dari waktunya adalah berdosa besar, dan wajib diqada’kan solat itu.

Para ulama menghukumkan wajib qada’ solat bagi orang yang meninggalkan solat dengan sengaja berdasarkan kepada orang yang ada uzur syar’ie diwajibkan qada’ solatnya oleh Nabi s.a.w. Apatah lagi orang yang tiada keuzuran syar’ie sudah tentu lebih-lebih lagi wajibnya.

Tetapi dosa itu pula tidak terhapus dengan qada’ semata-mata, mestilah disertakan dengan bertaubat kepada Allah s.w.t.

Seseorang yang meninggalkan solat fardhu pada waktunya kerana sengaja, maka wajiblah dia qada’ solatnya dengan segera.

Solat fardhu yang tertinggal kerana uzur seperti tertidur atau terlupa yang bukan kerana kecuaian maka sunat disegerakan qada’nya.

Maksud kecuaian di sini ialah seperti tidur dalam waktu dan lupa yang disebabkan oleh leka dengan perkara-perkara yang tidak dituntut oleh syarak.

Menurut Ibnu Haja al-Haitami,

Orang yang meninggalkan solat tanpa uzur, WAJIB menggunakan seluruh waktunya untuk mengerjakan qada’ solatnya kecuali waktu untuk menguruskan hajatnya yang wajib yang tidak dapat dielakkan, seperti tidur, buang air, mencari nafkah, dan sebagainya.

Haram baginya mengerjakan solat sunat sebelum diqada’kan solatnya.

Tetapi menurut Habib Abdullah al-Haddad pula,

Orang yang meninggalkan solat tadi diberi kelonggaran untuk mengerjakan qada’ solat fardhunya mengikut kemampuan dan kelapangan masanya, tanpa memberatkan dan tanpa pula meringan-ringankan kewajipan qada’ itu sendiri.

Kemudian Syed Abdul Rahman Balawi telah bersetuju dengan pendapat Habib Abdullah al-Haddad, dengan berkata,

Inilah pendapat yang terlebih utama berbanding dengan pendapat para fuqahak yang mewajibkan orang yang meninggalkan solat tadi menggunakan seluruh waktunya untuk qada’ solatnya kecuali waktu untuk menguruskan hajatnya yang wajib.

Beliau berkata demikian kerana pendapat para fuqahak tersebut amat membebankan sekali.

Cara Qada’ Solat
Adalah diwajibkan mendahulukan qada’ solat yang ditinggal tanpa uzur daripada solat tunai (solat pada waktu) sekiranya tidak dibimbangi habis waktunya.

Tetapi sekiranya solat qada’ yang ditinggal itu adalah kerana uzur maka hanya sunat sahaja mendahulukan qada’ daripada tunai.

Adalah diwajibkan juga mendahulukan qada’ solat yang ditinggal tanpa uzur daripada solat yang ditinggalkan dengan uzur.

Begitu juga wajib mendahulukan qada’ solat yang ditinggal tanpa uzur daripada solat sunat rawatib tetapi sekiranya solat qada’ yang ditinggalkan itu kerana uzur maka hanya sunat sahaja mendahulukan solat qada’ daripada solat sunat rawatib.

Kemudian lagi disunatkan qada’ solat itu menurut tertib waktu solat seperti diqada’kan Zuhur sebelu Asar, dan begitulah seterusnya.

Malahan tertib itu sunat dipelihara walaupun waktu-waktu qada’ solat itu diselangi atau terputus oleh tempoh masa yang lama.

Walau apa pun, ingatlah – hutang WAJIB dibayar. Wallahu a’lam

22 Januari 2013

Firman ALLAH(berkenaan khalifah2 Allah insan2 kamil mukamal pewaris2 Allah dan Rasul)





wanuriidu annamunna aladziinas tuudhifuu fil ardhi wanaj'alahum 'aimmatawwanaj'alahumul waaritsiin
ertinya;dan kami kehendaki dengan nikmat kami kepada hamba2 kami,dimuka bumi lalu kami jadikan mereka memjadi ikutan dan orang penerima warisan(surah al qashash ayat 5 juz 20)

fa'uulaika ma'alladzii'an amallaaahu'alaihim minannabi yyiina,washshiddiiqiina,wasysyuhadaa i washashaalihiin
ertinya;mereka itulah orang2 yang telah diberi nikmat oleh allah seperti para nabi2,siddiqin(ulama),syuhada,dan salihin(ulama)(surah annisa ayat 69 juz 5)

waja'alnaa minhum"aimmatay yahduuna baimrina lammaa shabaruu:wakaanuu bi'aayaatinaa yuuqinuun
dan kami jadikan mereka menjadi ikutan untuk menunjuki manusia dari perintah kami dengan sabar serta yakin dengan keterangan kami(surah aasajadah ayat 24 juz 21)

Ya Nabi Salamun Alaika - Raihan

MEKAH

On September 7, 1954, Muslims visit the Kaaba, during a pilgrimage to Makkah.

THOLA’AL BADRU ‘ALAINA




Senandung Masyarakat Madinah Menyambut Kedatangan Rasulullah SAW

Syair atau “nyanyian” Thala’al Badru ‘Alaina yang dilantunkan kaum Anshor saat menyambut kedatangan Rasulullah SAW di Madinah (hijrah dari Makkah) tercatat sebagai lagu tertua dalam sejarah Islam. Saat itu lagu tersebut dilantunkan dengan iringan rebana yang ditabuh bersama-sama oleh kaum Anshor. Bisa dikatakan, Thala’al Badru ‘Alaina merupakan tonggak sejarah kemunculan dan berkembangnya nasyid hingga saat ini.


طلع البدر علينا
من ثنيات الوداع
وجب الشكر علينا
ما دعى لله داع

Thola’al Badru ‘alaina
Min Tsaniyatil Wada’
Wajaba syukru ‘alaina
Ma da’a lillahi da’
Purnama telah terbit di atas kami
dari arah Tsaniyatul Wada’
Kita wajib mengucap syukur
Dengan doa kepada Allah semata.

NASYID dalam pengertian senandung, nyanyian, atau syair sudah berkembang saat Islam hadir didakwahkan Rasulullah SAW di Jazirah Arab.
Rasulullah SAW saat itu “mendiamkan” (taqrir) atau tidak melarang syair-syair yang berkembang di kalangan Sahabat, selama isi syair itu tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadits.

Namun kalangan ulama mereka (Salafi/Wahabi) berpendapat bahwa dari sisi periwayatan (takhrij) kisah tersebut lemah (dhoif). Sanad kisah tersebut dikatakan terputus tiga tingkat secara berurutan yaitu sahabat, Tabi’in dan Tabi’it Tabi’in, dan hadist dengan sanad semacam inilah yang oleh para ulama hadist dinamakan dengan mu’dhol, sedangkan mu’dhol adalah sebuah hadist yang lemah.
Luar biasa , sebuah syair lagu juga ditinjau mereka (Salafi/Wahabi) dari sisi periwayatan. Apakah maksud mereka bahwa syair lagu tersebut tidak pernah ada ketika kedatangan Rasulullah SAW ke Madinah ? Sehingga segala sesuatu yang tidak pernah dilakukan pada zaman Rasulullah dan para Sahabat adalah bid’ah , kullu bida’atin dlolalah dan segala kesesatan di Neraka ?

Jadi kalau kita melantunkan syair lagu di atas maka kelak akan ditempatkan di neraka ?
Andaikatapun syair lagu tersebut lahir setelah generasi Salafush Sholeh apakah merupakan sebuah bid’ah atau sebuah kesesatan ?
Mereka seolah-olah tidak dapat menentukan mana yang baik dan buruk berdasarkan petunjukNya mungkin saja karena mereka terpengaruh kaidah tanpa dalil dari Al-Qur’an dan Hadits yakni “LAU KAANA KHOIRON LASABAQUNA ILAIHI” (Seandainya hal itu baik, tentu mereka, para sahabat akan mendahului kita dalam melakukannya).
Pendapat mereka (Salafi/Wahabi) “Kisah ini pun lemah kalau kita tinjau dari sisi matannya yaitu: Bahwa daerah Tsaniyatul Wada’ adalah sebuah daerah yang berada di sebelah utara kota Madinah, sedangkan Makkah berada di sebelah selatan Madinah. dan orang Mekah yang hendak menuju ke Madinah tidak akan pernah melewati daerah Tsaniyatul wada’. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnul Qoyyim dalam Zadul Ma’ad, beliau berkata: “….ini adalah kesalahan yang sangat nyata, karena daerah Tsaniyatul wada’ berada di daerah Syam, daerah ini tidak akan pernah dilihat oleh orang yang datang dari mekah ke madinah, dan tidak akan dilewati kecuali oleh orang yang berangkat dari Madinah menuju syam.” (lihat Zadul Ma’ad, Ibnu Qoyyim al Jauziah)
Ulama Ibnu Qoyyim al Jauziah kita kenal sebagaimana guru beliau ulama Ibnu Taimiyah adalah ulama yang memahami Al-Qur’an dan Hadits dengan metodologi yang kami katakan sebagai “terjemahkan saja” atau secara dzahir, apa yang tertulis (tersurat) atau juga pemahaman dengan “pikiran dan memori” atau pemahaman secara ilmiah.

Memahami Al-Qur’an dan Hadits tidak cukup dengan “pikiran dan memori”, apa yang tersurat atau secara ilmiah saja namun kita harus melanjutkannya dengan memahami apa yang tersirat, harus mengambil pelajaran , hikmah (pemahaman yang dalam) dengan menggunakan akal dan hati pada jalan Allah ta’ala dan RasulNya.
Begitu pula dengan syair lagu di atas, kita harus memahaminya dengan “akal dan hati” , memahaminya sebagai ungkapan cinta

Mereka (Salafi/Wahabi) mendefinisikan ibadah dalam skala yang sangat luas sehingga berakibat fatal.
Mereka tidak dapat membedakan antara ibadah dalam kategori amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) dan ibadah dalam kategori amal kebaikan (amal sholeh)
Dalam agama Islam, kita paham bahwa melantunkan lagu/syair adalah bukan termasuk ibadah dalam kategori amal ketaatan namun merupakan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh).

Ibadah kategori amal ketaatan adalah ibadah yang dikatakan oleh Rasulullah SAW sebagai “mendekatkan kamu dari surga dan menjauhkanmu dari neraka”. Juga amal ketaatan kita jumpai dalam hadits qudsi sebagai “perkara yang Aku Wajibkan”
Sedangkan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh), ibadah yang menumbuhkan kecintaan Allah ta’ala kepada hambaNya
“Tidaklah seorang hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku dengan suatu amal ibadah yang lebih aku cintai dari pada perkara yang Aku wajibkan. Hamba-Ku akan senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan amalan sunnah (amal kebaikan / amal sholeh) hingga Aku mencintainya“. (HR Bukhari)

Oleh karenanya , bahwa amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) adalah “bukti cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya sedangkan amal kebaikan (amal sholeh) adalah “ungkapan cinta” kita kepada Allah ta’ala dan RasulNya.

Begitu pula dengan syair lagu di atas, kita harus memahaminya dengan “akal dan hati” , memahaminya sebagai ungkapan cinta.

Sekali lagi ingat... kita harus dapat membedakan antara ibadah dalam kategori amal ketaatan dengan ibadah kategori amal kebaikan (amal sholeh) atau antara “bukti cinta” dengan “ungkapan cinta”.

Semoga bermanfa'at..